Terimakasih atas kunjungannya :)

April 23, 2012

Analisis Zat Warna Naphtol Blue Black


ANALISIS ZAT WARNA
NAPHTOL BLUE BLACK
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Tujuan
1.3  Manfaat
BAB II: ISI
1.1  Zat Warna
1.2  Penggolongan Zat Warna
1.3  Naphtol Blue Black
BAB III: METODOLOGI
            3.1 Alat dan Bahan
            3.2 Cara Kerja
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Kemajuan pembangunan industri dan teknologi telah membuka peluang yang sangat luas bagi penggunaan zat warna organik sintetik.  Akan tetapi penggunaan zat kimia tertentu tanpa penanganan yang tepat akan mengancam keselamatan lingkungan global, karena dalam setiap proses produksi melibatkan zat warna organik sintetik, sedangkan keberadaan zat warna tersebut dalam limbah industri berpotensi menghasilkan masalah lingkungan yang serius. Penggunaan zat warna dewasa ini meningkat, sejalan dengan memangnya seperti bahan tekstil, makanan maupun obat-obatan. Salah satu proses penting dalam tahap penyempurnaan bahan tekstil adalah proses pewarnaan. Pemakaian zat warna yang bertujuan untuk memperindah bahan tekstil teryata membawa dampak bagi kelestarian lingkungan. Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai zat warna dan proses perombakannya secara biologi menggunakan proses aerob.
Golongan senyawa azo adalah golongan senyawa yang banyak digunakan dalam industri tekstil, kertas, farmasi maupun di laboratorium. Hal ini disebabkan karena senyawa azo sangat serba guna dan mudah untuk disintesis.  Akan tetapi kebanyakan zat warna azo bersifat karsinogenik dan termasuk senyawa non-biodegradable.
1.2 TUJUAN
  • Mengetahui pengertian zat warna dan penggolongan zat warna
  • Mengetahui metode yang dapat digunakan untuk mendegradasi zat warna

1.3 MANFAAT
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang zat warna dan metode-metode yang dapat digunakan untuk mendegradasi zat warna tersebut




BAB II
ISI

2.1 ZAT WARNA
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen.
Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna. Pada tabel 2.1. dapat dilihat beberapa nama gugus kromofor dan memberi daya ikat terhadap serat yang diwarnainya.
Gugus auksokrom terdiri dari dua golongan, yaitu:
Golongan kation : -NII2 ; NIIR; j -NR2 seperti -NR2CI.
Golongan anion : -S03H; -OH; -COOH seperti -0; -S03; dan lain-lain
Tabel 2.1. Nama dan Struktur Kimia Kromofor
Nama Gugus
Struktur Kimia
Nitroso
Nitro
Grup Azo
Grup Etilen
Grup Karbonil
Grup Karbon – Nitrogen
Grup Karbon Sulfur
NO atau (-N-OH)
No2 atau (NN-OOH)
-N N-
-C C-
-C O-
-C=NH ; CH=N-
-C=S ; -C-S-S-C-

2.2 PENGGOLONGAN ZAT WARNA
Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan zat warna sintetik. Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif. Kemudian Henneck membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya, yakni zat warna monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dan zat warna poligenatik apabila dapat memberikan beberapa warna. Penggolongan zat warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi (struktur molekul) dan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan, misalnya didalam pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain.
Penggolongan zat warna menurut "Colours Index" volume 3, yang terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor yang berbeda misalnya zat warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso, Indigo, Benzodifuran, Okazin, Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium, Poliksilik, Aromatik Karbonil, Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain (Heaton, 1994).
Zat warna Azo merupakan jenis zat warna sistetis yang cukup penting. Lebih dari 50% zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik. Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga, biru AL (Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat terbatas.
Penggolongan lain yang biasa digunakan terutama pada proses pencelupan dan pencapan pada industri tekstil adalah penggolongan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat warna asam, basa, direk, dispersi, pigmen, reaktif, solven, belerang , bejana dan lain-lain.
Dari uraian di alas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung pada bermacam faktor antara lain : jenis serat yang akan diwarnai, macam wana yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan lunturnya dan peralatan produksi yang tersedia
Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna dispersi. Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat. Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna dispersi. Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik.
2.3 NAPHTOL BLUE BLACK
1-naphthol atau α-naphthol adalah hidrokarbon aromatik polisiklik dengan "khas rumah sakit" bau. Ini adalah metabolit dari insektisida carbaryl dan naftalena pada pria dewasa dan menurunkan testosteron- efek.

Gambar 2.1 Rumus struktur dan model molekul 1-naphthol

Pengolahan limbah dengan cara konvensional telah dilakukan dengan cara klorinasi, pengendapan dan penyerapan karbon aktif, kemudian lumpur atau sludge yang terbentuk dibakar atau diproses secara mikrobiologi.  Akan tetapi pengolahan limbah secara konvensional kurang efektif, karena struktur senyawa organik yang terdapat dalam limbah mengandung satu atau beberapa buah cincin benzena.
Naphtol blue black merupakan salah satu senyawa kimia disazo aromatik yang diklasifikasikan sebagai zat kimia berbahaya karena bersifat karsinogenik. Dengan kelarutan 1-5 g dalam 100 g air maka penyebarannya akan cepat jika sudah sampai dilingkungan. Biasanya dilaboratorium, naphtol blue black digunakan sebagai pewarna protein pada membran nitroselulosa, dan sebagai indikator adanya protein dalam darah.  Sedangkan dalam industri, naphtol blue black digunakan sebagai pewarna tekstil, cat, tinta, plastik dan kulit. Penelitian ini dilakukan untuk mendegradasi polutan organik yaitu zat warna naphtol blue black menggunakan metoda sonolisis, fotolisis dan kombinasi keduanya dengan penambahan TiO2-anatase. TiO2-anatase merupakan katalis yang efektif digunakan untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik toksik seperti pestisida dan zat warna.

BAB III
METODOLOGI

Metoda sonolisis dan fotolisis dalam proses kimianya sama-sama menghasilkan radikal OH dalam larutan berair  yang akan menyerang senyawa organik untuk mengawali proses mineralisasi. Sonolisis dengan gelombang ultrasonik mendegradasi senyawa naphtol blue black dengan memproduksi radikal OH dan spesies radikal lainnya pada permukaan dalam gelembung kavitasi.  Pada metoda fotolisis, radikal OH dihasilkan melalui oksidasi permukaan  anion hidroksida dan penyerapan molekul senyawa organik pada permukaan semikonduktor dengan adanya hole pada pita valensi. Dengan penggabungan kedua metoda ini, maka jumlah dan kecepatan pembentukan radikal OH akan semakin besar sehingga degradasi senyawa naphtol blue black akan semakin cepat.
3.1 ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
Alat yang digunakan yaitu Spektrofotometer UV/Vis (S.1000 Secomam, Sarcelles Perancis), Ultrasonik VC-1 (frekuensi 45 kHz dan daya 60 watt, As One Comp. Japan), Lampu UV (Hitachi, l= 359 nm, 10 watt), kotak radiasi, pengaduk magnetik, neraca analitik, pH meter, mikrosentrifus dengan kecepatan 13000 rpm, pemanas,  termometer, erlenmeyer, labu ukur dan peralatan gelas lainnya.
B. BAHAN
Zat kimia yang digunakan yaitu naphtol blue black (Fisons Scientific Equipment, Loughborough, England), TiO2-anatase (Ishihara Sangyo, Ltd. Japan), CH3COOH p.a, CH3COONH4, NH4Cl, NH4OH 25% (Merck), dan akuades.


Gambar 3.1. Struktur naphtol blue black
3.2 CARA KERJA
Sebanyak 0,1000 g naphtol blue black dilarutkan dalam 100 mL akuades disiapkan sebagai larutan induk. Pengukuran panjang gelombang serapan maksimum dari senyawa naphtol blue black dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis dan diperoleh λmax 616 nm.
Larutan naphtol blue black  dengan konsentrasi 6 mg/L dilakukan sonolisis dan fotolisis secara terpisah dengan penambahan 0,1 g TiO2-anatase pada beberapa variasi yaitu ; pH, suhu dan waktu perlakuan. Kemudian dilakukan sonolisis dan fotolisis secara simultan (serentak) terhadap larutan naphtol blue black  pada kondisi optimum yang telah didapatkan dari percobaan sebelumnya. 
Hasil sonolisis maupun fotolisis disentrifus selama 15 menit untuk memisahkan TiO2-anatase dari larutan. Adanya perbedaan serapan awal dengan serapan senyawa setelah sonolisis maupun fotolisis yang dideteksi dengan spektrofotometer UV/Vis mengindikasikan adanya senyawa naphtol blue black yang telah terdegradasi.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2010. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3308398402.pdf
Diakses pada tanggal 4 Desember 2010.

Anonim 2. 2010. http://www.linkpdf.com/download/dl/sintesis-senyawa-ortofenilazo -2-naftol-sebagai-indikator-dalam--.pdf
Diakses pada tanggal 4 Desember 2010.

Anonim 3. 2010. http://repository.unand.ac.id/1528/1/No._8_p_43-49_ok.doc
Diakses pada tanggal 4 Desember 2010.

Didik. 2010. http://textile19didick.blogspot.com/2010/11
Diakses pada tanggal 4 Desember 2010.

Renita. 2009. http://repository.usu.ac.id.
Diakses pada tanggal 4 Desember 2010.


No comments:

Post a Comment