ANALISIS ZAT WARNA
NAPHTOL BLUE BLACK
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
BAB II: ISI
1.1 Zat Warna
1.2 Penggolongan Zat Warna
1.3 Naphtol Blue Black
BAB III: METODOLOGI
3.1
Alat dan Bahan
3.2
Cara Kerja
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kemajuan
pembangunan industri dan teknologi telah membuka peluang yang sangat luas bagi
penggunaan zat warna organik sintetik.
Akan tetapi penggunaan zat kimia tertentu tanpa penanganan yang tepat
akan mengancam keselamatan lingkungan global, karena dalam setiap proses
produksi melibatkan zat warna organik sintetik, sedangkan keberadaan zat warna
tersebut dalam limbah industri berpotensi menghasilkan masalah lingkungan yang
serius. Penggunaan zat warna dewasa ini meningkat, sejalan
dengan memangnya seperti bahan tekstil, makanan maupun obat-obatan. Salah satu
proses penting dalam tahap penyempurnaan bahan tekstil adalah proses pewarnaan.
Pemakaian zat warna yang bertujuan untuk memperindah bahan tekstil teryata
membawa dampak bagi kelestarian lingkungan. Pada tinjauan pustaka ini akan
dibahas mengenai zat warna dan proses perombakannya secara biologi menggunakan
proses aerob.
Golongan senyawa azo adalah golongan
senyawa yang banyak digunakan dalam industri tekstil, kertas, farmasi maupun di
laboratorium. Hal ini disebabkan karena senyawa azo sangat serba guna
dan mudah untuk disintesis. Akan tetapi
kebanyakan zat warna azo bersifat karsinogenik dan termasuk senyawa non-biodegradable.
1.2 TUJUAN
- Mengetahui pengertian zat warna dan penggolongan zat warna
- Mengetahui metode yang dapat digunakan untuk mendegradasi zat warna
1.3 MANFAAT
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi tentang zat warna dan metode-metode yang dapat digunakan untuk
mendegradasi zat warna tersebut
BAB II
ISI
2.1 ZAT WARNA
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat
organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai
pengikat warna dengan serat. zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan
zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan
turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang
mengandung nitrogen.
Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan
molekul menjadi berwarna. Pada tabel 2.1. dapat dilihat beberapa nama gugus
kromofor dan memberi daya ikat terhadap serat yang diwarnainya.
Gugus
auksokrom terdiri dari dua golongan, yaitu:
Golongan
kation : -NII2
; NIIR; j -NR2 seperti -NR2CI.
Golongan
anion : -S03H;
-OH; -COOH seperti -0; -S03; dan lain-lain
Tabel
2.1. Nama dan Struktur Kimia Kromofor
Nama Gugus
|
Struktur Kimia
|
Nitroso
Nitro
Grup Azo
Grup Etilen
Grup Karbonil
Grup Karbon – Nitrogen
Grup Karbon Sulfur
|
NO atau (-N-OH)
No2 atau (NN-OOH)
-N N-
-C C-
-C O-
-C=NH ; CH=N-
-C=S ; -C-S-S-C-
|
2.2
PENGGOLONGAN ZAT WARNA
Zat warna dapat digolongkan menurut sumber
diperolehnya yaitu zat warna alam dan zat warna sintetik. Van Croft
menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna yang
langsung dapat mewarnai serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat
warna yang memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat
reaktif. Kemudian Henneck membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna
yang ditimbulkannya, yakni zat warna monogenetik apabila memberikan hanya satu
warna dan zat warna poligenatik apabila dapat memberikan beberapa warna.
Penggolongan zat warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi (struktur
molekul) dan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan, misalnya
didalam pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan
lain.
Penggolongan zat warna menurut "Colours
Index" volume 3, yang terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor
yang berbeda misalnya zat warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso, Indigo,
Benzodifuran, Okazin, Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium, Poliksilik,
Aromatik Karbonil, Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain (Heaton,
1994).
Zat warna Azo merupakan jenis zat warna sistetis yang
cukup penting. Lebih dari 50% zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis
zat warna azo. Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-)
yang berikatan dengan gugus aromatik. Lingkungan zat warna azo sangat luas,
dari warna kuning, merah, jingga, biru AL (Navy Blue), violet dan hitam, hanya
warna hijau yang sangat terbatas.
Penggolongan lain yang biasa digunakan terutama
pada proses pencelupan dan pencapan pada industri tekstil adalah penggolongan
berdasarkan aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut dapat digolongkan
sebagai zat warna asam, basa, direk, dispersi, pigmen, reaktif, solven,
belerang , bejana dan lain-lain.
Dari uraian di alas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis
zat warna mempunyai kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya tertentu pula.
Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung pada bermacam faktor antara
lain : jenis serat yang akan diwarnai, macam wana yang dipilih dan warna-warna
yang tersedia, tahan lunturnya dan peralatan produksi yang tersedia
Jenis
yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna
dispersi. Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah serat
sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat. Bahan tekstil
sintetik ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan
zat warna dispersi. Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai
bahan kapas dengan baik.
2.3 NAPHTOL BLUE BLACK
1-naphthol
atau α-naphthol adalah hidrokarbon aromatik polisiklik dengan "khas rumah sakit" bau. Ini adalah metabolit dari insektisida carbaryl dan naftalena pada pria dewasa dan menurunkan testosteron- efek.
Gambar 2.1 Rumus struktur dan model molekul 1-naphthol
Pengolahan limbah dengan cara konvensional telah
dilakukan dengan cara klorinasi, pengendapan dan penyerapan karbon aktif,
kemudian lumpur atau sludge yang terbentuk dibakar atau diproses secara
mikrobiologi. Akan tetapi pengolahan
limbah secara konvensional kurang efektif, karena struktur senyawa organik yang
terdapat dalam limbah mengandung satu atau beberapa buah cincin benzena.
Naphtol blue black merupakan salah satu senyawa kimia
disazo aromatik yang diklasifikasikan sebagai zat kimia berbahaya karena
bersifat karsinogenik. Dengan kelarutan 1-5 g dalam 100 g air maka
penyebarannya akan cepat jika sudah sampai dilingkungan. Biasanya
dilaboratorium, naphtol blue black digunakan sebagai pewarna protein
pada membran nitroselulosa, dan sebagai indikator adanya protein dalam
darah. Sedangkan dalam industri, naphtol blue black digunakan sebagai
pewarna tekstil, cat, tinta, plastik dan kulit. Penelitian ini dilakukan untuk
mendegradasi polutan organik yaitu zat warna naphtol blue black menggunakan metoda sonolisis, fotolisis dan
kombinasi keduanya dengan penambahan TiO2-anatase. TiO2-anatase
merupakan katalis yang efektif digunakan untuk mendegradasi senyawa-senyawa
organik toksik seperti pestisida dan zat warna.
BAB III
METODOLOGI
Metoda sonolisis dan fotolisis dalam proses kimianya
sama-sama menghasilkan radikal OH dalam larutan berair yang akan menyerang senyawa organik
untuk mengawali proses mineralisasi. Sonolisis dengan gelombang ultrasonik mendegradasi
senyawa naphtol blue black dengan
memproduksi radikal OH dan spesies radikal lainnya pada permukaan dalam
gelembung kavitasi. Pada
metoda fotolisis, radikal OH dihasilkan melalui oksidasi permukaan anion hidroksida dan penyerapan molekul
senyawa organik pada permukaan semikonduktor dengan adanya hole pada pita valensi. Dengan penggabungan kedua metoda ini, maka
jumlah dan kecepatan pembentukan radikal OH akan semakin besar sehingga
degradasi senyawa naphtol blue black akan
semakin cepat.
3.1 ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
Alat
yang digunakan yaitu Spektrofotometer UV/Vis (S.1000 Secomam, Sarcelles
Perancis), Ultrasonik VC-1 (frekuensi 45 kHz dan daya 60 watt, As One Comp.
Japan), Lampu UV (Hitachi, l= 359 nm, 10 watt), kotak radiasi, pengaduk magnetik, neraca analitik, pH
meter, mikrosentrifus dengan kecepatan 13000 rpm, pemanas, termometer, erlenmeyer, labu ukur dan
peralatan gelas lainnya.
B. BAHAN
Zat kimia yang digunakan
yaitu naphtol blue black (Fisons
Scientific Equipment, Loughborough, England), TiO2-anatase (Ishihara
Sangyo, Ltd. Japan), CH3COOH p.a,
CH3COONH4, NH4Cl, NH4OH 25%
(Merck), dan akuades.
Gambar 3.1. Struktur naphtol blue
black
3.2 CARA KERJA
Sebanyak
0,1000 g naphtol blue black
dilarutkan dalam 100 mL akuades disiapkan sebagai larutan induk. Pengukuran
panjang gelombang serapan maksimum dari senyawa naphtol blue black dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
UV/Vis dan diperoleh λmax 616 nm.
Larutan
naphtol blue black dengan konsentrasi 6 mg/L dilakukan sonolisis
dan fotolisis secara terpisah dengan penambahan 0,1 g TiO2-anatase
pada beberapa variasi yaitu ; pH, suhu dan waktu perlakuan. Kemudian dilakukan
sonolisis dan fotolisis secara simultan (serentak) terhadap larutan naphtol blue black pada kondisi optimum yang telah didapatkan
dari percobaan sebelumnya.
Hasil
sonolisis maupun fotolisis disentrifus selama 15 menit untuk memisahkan TiO2-anatase
dari larutan. Adanya perbedaan serapan awal dengan serapan senyawa setelah
sonolisis maupun fotolisis yang dideteksi dengan spektrofotometer UV/Vis
mengindikasikan adanya senyawa naphtol
blue black yang telah terdegradasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1. 2010. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3308398402.pdf
Diakses pada tanggal 4 Desember 2010.
Anonim 2. 2010. http://www.linkpdf.com/download/dl/sintesis-senyawa-ortofenilazo -2-naftol-sebagai-indikator-dalam--.pdf
Diakses pada tanggal 4 Desember 2010.
Anonim 3. 2010. http://repository.unand.ac.id/1528/1/No._8_p_43-49_ok.doc
Diakses pada tanggal 4 Desember 2010.
Didik. 2010. http://textile19didick.blogspot.com/2010/11
Diakses pada tanggal 4 Desember 2010.
Renita. 2009. http://repository.usu.ac.id.
Diakses pada tanggal 4 Desember 2010.
No comments:
Post a Comment